Selasa, 11 Januari 2011

Cerpen Anak : Bekal Sekolah Diah

Di sekolah Ayu ada seorang murid baru, pindahan dari kota Kembang, Bandung. Namanya Siti Hadiah. Biasa dipanggil Diah.
Diah adalah anak yang suka menyendiri. Jika teman-temannya jajan di kantin Bu Imar ketika istirahat, Diah duduk sendiri di dalam kelas. Dia selalu menjawab ‘tidak’ jika diajak oleh Ayu dan teman-temannya untuk jajan. Alasannya macam-macam, puasa, bawa bekal dari rumah, atau sedang nggak nafsu makan.
“Ayo Diah, kita jajan. Kata Boni ada kue baru di kantin. Kue coklat. Kita beli yuk!” ajak Ayu.
Diah menggeleng. “Aku sedang puasa. Kalau kamu mau jajan, jajan aja.”
“Puasa? Kan bulan puasa masih lama.” Kata Eli.
“Sekarang kan hari kamis. Ayahku juga suka puasa Senin dan Kamis.” Jelas Ayu, yang diiyakan oleh Diah.
“Ooo...gitu ya?” tanya Kezia dan Eli berbarengan.
Ayu mengangguk.
“Yuk kita ke kantin.” Ajak Eli.
“Ayo, aku udah nggak sabar pengen makan kue coklat buatan Bu Imar. Mmm...pasti lezat.” Kata Ayu sambil mengacungkan jempolnya.
Ketika kembali ke kelas, Ayu, Kezia dan Eli memergoki Diah sedang makan. Namun dia segera menghentikan makannya tatkala melihat ketiga temannya yang tiba-tiba datang ke kelas.
“Ih, Ayu, ternyata Diah nggak puasa.” Kata Eli.
“Iya, tuh dia lagi makan.” Bisik Kezia.
Ayu terkejut, dan tidak menyangka Diah berbohong.
“Diah, kamu bohong!” teriak Ayu.
“Bu...bukan be..begitu, Yu, ini...” kata Diah terbata.
“Udah, kita nggak mau jadi temen kamu lagi.” Kata Eli.
Diah diam-diam menangis. Begitu pun ketika pelajaran bahasa Indonesia berlangsung, Diah masih menangis.
Besoknya Ayu, Kezia, dan Eli masih memusuhi Diah. Sedangkan Diah hanya diam saja.
Ketika istirahat, Ayu, Kezia dan Eli pura-pura ke kantin. Mereka ingin membuktikan bahwa Diah suka makan juga, tapi tidak di kantin.
Mereka bersembunyi di balik tembok. Eli mengintip ke dalam kelas.
“Diah lagi makan, teman-teman. Yuk sekarang kita beraksi.” Ajak Eli.
Ayu dan Kezia mengangguk.
Diah terlihat terkejut ketika melihat ketiga temannya datang. Dia segera menyembunyikan makanannya.
“Kenapa, Diah? Takut kita mintain ya?” tanya Kezia dengan sinis.
“Udah pembohong, pelit lagi. Kamu itu cuma murid baru tahu?!” bentak Eli.
“Diah, kita ini teman kamu. Kok kamu bohong sama kita sih?” tanya Ayu.
“Bo...bohong apa?” tanya Diah ketakutan.
“Kemarin kamu bilang kamu puasa, ternyata kita lihat kamu lagi makan.” Jelas Ayu.
Kezia dan Eli membenarkan penjelasan Ayu.
“Ma...maaf te...teman-teman, Di...diah udah bohong. Tapi Diah terpaksa makan sambil sembunyi. Sebenarnya Diah nggak punya uang buat jajan di kantin, ibu menyuruh Diah bawa bekal. Diah mau banget membagi bekal Diah sama kalian, tapi...”
“Tapi apa?” tanya Kezia masih sinis.
“Karena a...aku malu.” Jawab Diah.
“Malu kenapa?” tanya Kezia.
Lalu Diah memperlihatkan bekalnya. Ayu, Kezia, dan Eli terkejut melihat bekal Diah. Kue-kue kering dan kerupuk yang sudah alot.
“Aku tidak seperti kalian yang berasal dari keluarga kaya. Ibuku adalah tuakang cuci, sedangkan ayah sakit-sakitan, aku punya empat adik, ibu membiayai sekolahku juga kedua adikku yang sudah masuk SD. Makanan ini dapet sisa dari majikan ibu.” kata Diah sambil menunduk.
Ayu dan teman-temannya lebih terkejut dan menyesal telah menuduh Diah yang tidak-tidak.
“Maafkan kami, Diah. Kami nggak tahu.” Kata Eli yang diiykan oleh kedua temannya. Diah mengangguk.
“Ya sudah, teman-teman gimana kalau hari ini kita nggak jajan, uangnya kita kasih ke Diah buat berobat ayahnya yang sakit. Terus nanti kita minta ke teman-teman yang lain juga. Gimana?” Usul Ayu.
“Setuju!” Teriak Kezia dan Eli.
“Tapi aku lapar, Yu.” Kata Eli sambil memegang perut.
“Ok kalau begitu kita serbu makanan punya Diah!”
Ketiganya berebut bekal Diah yang alot. Namun mereka menikmatinya, karena makan apa pun jika dinikmati bersama akan terasa nikmat.
“Terima kasih teman-teman.” Kata Diah.
Keempat anak kelas enam itu tertawa riang sambil menikmati bekal Diah. (zulfirani)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar